1. Meningkatkan Sistem Panas Bumi
(Enhanced Geothermal Systems / EGS)
Tujuan dari sistem ini adalah
memanfaatkan panas alami yang dihasilkan oleh bumi untuk menghasilkan
sumber listrik. Panas yang berasal dari
dalam bumi dihasilkan dari reaksi keseluruhan unsur-unsur radioaktif seperti
uranium dan potassium. Reaksi nuklir yang sama saat ini masih terjadi di
matahari dan bintang-bintang yang tersebar di jagad raya. Reaksi ini
menghasilkan panas hingga jutaan derajat celcius. Permukaan bumi pada awal
terbentuknya juga memiliki panas yang dahsyat.
Namun setelah melewati masa milyaran
tahun, temperatur bumi terus menurun dan saat ini sisa-sisa reaksi nuklir
tersebut hanya terdapat dibagian inti bumi saja. Pada kedalaman 10.000 meter
atau 33.000 kaki, energi panas yang dihasilkan bisa mencapai 50.000 kali dari
jumlah energi seluruh cadangan minyak bumi dan gas alam yang masih tersimpan di
dunia. Inilah yang menjadi sumber energi panas bumi.
Keberhasilan
di proyek EGS
seperti di Cooper Basin di Australia, di mana mereka mencapai tiga
setengah kapasitas aliran setelah pengeboran ke 250 ° C hingga empat
kilometer di bawah
tanah. EGS adalah beban dasar sumber daya, yang mampu untuk menghasilkan
tenaga
listrik 24 jam sehari. Mengandalkan Sistem panas bumi ini juga sangat
ekonomis
untuk mendirikan sebuah pengoperasian EGS daripada mendirikan pabrik
pembakaran
batubara listrik baru.
2. Nanosolar (Energi listrik
tenaga surya)
Energi listrik tenaga surya
selalu menjadi salah satu sumber energi terbaik, karena dalam pengoperasiannya
tidak melepaskan gas gas berbahaya ke udara.
Namun biaya produksi dan operasionalnya secara historis cukup tinggi,
tetapi lebih intensif dalam menghasilkan energi listrik. Nanosolar berhasil
mengurangi biaya produksi dari $ 3 per watt sampai 30 sen per watt selama
pembuatan sel PowerSheet mereka.
Panel
surya ini dapat memaksimalkan transfer sinar matahari menjadi listrik. Dan
harus ditempatkan dimana langsung kontak dengan cahaya matahari tanpa
terhalangi oleh benda atau obyek. Perusahaan Nanosolar ini secara ambisius akan
memproduksi massal energi surya dengan
biaya yang efisien di pabrik mereka di San Jose. yang diharapkan akan
menghasilkan tenaga sebanyak 430 megawatt per tahun, atau empat kali produksi gabungan
dari semua perusahaan yang ada, yang berbasis tenaga surya.
3. Mencegah dan Mengendalikan
Emisi CO2 (Carbon Capture & Storage / CCS)
Berbagai cara ditempuh untuk
mencegah dan mengendalikan emisi CO2.
Mencegah emisi CO2 jelas lebih murah tetapi lebih sulit. Bagaimana
mungkin menghentikan pengeboran migas (bahan bakar fosil), menghentikan
industri baja, semen, LNG serta menghentikan
transportasi. Karena itu sejak tahun 1980-an negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Norwegia berjibaku mencari jalan
mengendalikan emisi CO2 agar tidak dilepas ke atmosfer. Cara untuk menangani
Emisi CO2 adalah dengan cara memanfaatkan teknologi dengan memisahkan Emisi CO2
dan kemudian menguburnya jauh di bawah tanah.
Jepang merupakan salah satu
negara terbaru yang menerapkan teknologi CCS. Pada tahun 2009 dialokasikan 3,3
miliar yen ( 35 juta dollar AS) untuk proyek tersebut dan pada Maret 2010 mulai
menyimpan CO2 100,000 ton per tahun. Sebuah organisasi penelitian pemanasan
global Jepang, Research Institute of Innovative Technology for the Earth memperkirakan 150 miliar ton CO2 dapat
disimpan bawah tanah di Jepang dan di sekitar wilayah pesisir dalam laut.
Bagaimana penerapan teknologi carbon capture storage (CCS) di Indonesia?
Agaknya masih jauh, karena belum ada negara berkembang yang mengembangkan
risetnya. Apalagi mengaplikasikannya. Hal tersebut disebabkan biayanya yang
mahal dan jauh dari komersial.
4. Tenaga Nuklir
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN) adalah stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan
diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik. Satu gram
U-235 setara dengan 2650 batu bara, membuat sumber tenaga ini memberikan
efisiensinya yang sangat tinggi. Semakin efisiensi sebuah proses, semakin
banyak keuntungan (baik finansial maupun teknologi) yang didapat. Banyak Negara
– Negara di dunia menggunakan PLTN.
Selain dari efisiensinya Tenaga nuklir lebih
ramah lingkungan. Batu bara, minyak bumi, dan gas alam dapat berperan sebagai
bahan bakar untuk mendidihkan air, tapi semuanya adalah penghasil polusi udara.
Nuklir tidak memberikan polusi udara, kecuali limbah radioaktif yang dapat
dikelola dengan teknik tersendiri.
Teknologi PLTN juga jauh lebih canggih daripada pembangkit listrik
lainnya. Prinsip dalam teknik adalah semakin canggih, semakin aman.
5. Jaringan Cerdas (Smart Grids)
Smart grid merupakan sistem
ketenagalistrikan generasi baru yang dicirikan oleh meningkatnya penggunaan
komunikasi dan teknologi informasi dalam pembangkitan, distribusi dan konsumsi
energi listrik. Ini merupakan sumber energi kelistrikan dengan konsep terintegrasi
dan mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui. Beberapa sumber energi potensial yang dapat digunakan dalam
pengembangan konsep ini adalah panas matahari dan panas bumi.
Menurut laporan Badan Energi
Internasional , antara tahun 2003 hingga tahun 2030 dari seluruh dunia akan
menghabiskan dana lebih dari 16 triliun dollar untuk mengembangkan dan
menginstal smart grid. Tujuan utama smart grid adalah untuk mengatasi masalah
umum sistem jaringan listrik saat ini. Smart grid akan membuat pendistribusian
dan penggunaan energi yang lebih efisien dan hemat biaya.
Sedangkan di Indonesia Smart Grid
sedang dikembangkan. Untuk menyuplai kebutuhan listrik dalam negeri
memiliki tingkat kerumitan tersendiri. Pasalnya letak geografis dengan jumlah
pulau yang mencapai 13.487 baru 67% yang sudah mendapatkan saluran listrik.
Banyak negara maju yang sudah menerapkan smart grid menuju masyarakat smart
electrification. Seperti di Australia, Korea Selatan dan Norwegia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar